Monday, April 2, 2012

HIKMAH KISAH-KISAH DALAM AL-QUR'AN

Sebuah kisah yang baik akan mudah meresap ke dalam hati orang yang membaca atau mendengarnya, serta menanamkan kesan yang demikian mendalam. Bahkan pelajaran yang disampaikan melalui pemaparan kisah (narasi) lebih banyak faedahnya.

Kisah-kisah umat terdahulu banyak termuat di dalam Al-Qur`an dan sebagiannya dalam hadits-hadits yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam. Mengapa begitu banyak Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengungkap berbagai kejadian umat manusia sebelum kita?. Apa hikmah di balik itu semua?
Dalam pembahasan ini digunakan rujukan dari uraian Al-’Allamah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin dari Kitab Ushul Tafsir beliau dengan beberapa tambahan dari sumber lain. Wallahul Muwaffiq.

Pengertian Kisah-kisah (Al-Qashash)

Secara bahasa, kisah (al-qashash) artinya menelusuri jejak.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.” (Al-Kahfi: 64)
Yakni, keduanya menelusuri jejak yang tadi mereka berdua lalui.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui lisan Ibunda Nabi Musa q:
“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: ‘Ikutilah dia’.” (Al-Qashash: 11)
Artinya, ikutilah dia sampai engkau lihat siapa yang memungutnya.

Al-Qashash artinya berita yang berturut-turut. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar.” (Ali ‘Imran: 62)
Adapun Al-Qishshah (kisah) adalah al-amr (urusan), al-khabar (berita), dan al-sya`nu (perkara) serta al-haal (keadaan).
Jadi Qashashul Qur`an adalah berita tentang keadaan umat-umat yang telah berlalu, nubuwat terdahulu dan berbagai peristiwa yang telah terjadi.
Sedangkan menurut istilah, artinya menceritakan berita tentang kejadian-kejadian yang mempunyai beberapa tahapan, di mana sebagiannya mengikuti yang lain.

Keutamaan Kisah-kisah Qur`ani

Kisah-kisah Qur`ani adalah kisah yang paling benar/jujur, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Dan siapakah yang lebih benar perkataan (nya) daripada Allah.” (An-Nisa`: 87)
Hal itu karena kesesuaiannya yang sempurna dengan kenyataan yang ada. Artinya, tidak ada perkataan yang lebih jujur dan benar daripada firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Kisah-kisah Qur`ani adalah kisah yang paling baik, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur`an ini kepadamu.” (Yusuf: 3)
Karena cakupannya terhadap kesempurnaan paling tinggi dalam balaghah (keindahan bahasa) dan keagungan makna. Bahkan kisah-kisah dalam Al-Qur`an merupakan kisah yang paling bermanfaat, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Yusuf: 111)
Karena kuatnya pengaruh kisah tersebut terhadap upaya perbaikan hati, akhlak, dan perbuatan. Jadi, kisah-kisah Qur`ani adalah kisah yang paling indah lafadznya (kalimatnya) dan paling indah pula maknanya.

Beberapa Bentuk Kisah di dalam Al-Qur`an

Kisah-kisah dalam Al-Qur`an ada tiga bentuk:
Yang pertama, kisah para Nabi alaihi salam mendakwahi umatnya, mu’jizat yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan kepada mereka sebagai dukungan, sikap orang-orang yang menentang, dan tahap perkembangan dakwah serta akhir kesudahan orang-orang beriman dan orang-orang yang mendustakan. Misalnya kisah Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalamuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Luth, Musa dan Harun, serta ‘Isa dan Muhammad serta para nabi lainnya, alaihi salam.

Yang kedua, kisah yang berkaitan dengan berbagai peristiwa yang telah berlalu atau tentang orang-orang yang tidak diketahui dengan pasti jati diri mereka. Seperti kisah ribuan orang yang keluar dari rumah-rumah mereka karena takut mati, kisah Thalut dan Jalut, dua putra Adam, para pemuda penghuni gua (Ashhabul Kahfi), Dzul Qurnain, Qarun, Ashhabus Sabti (Orang-orang Yang Melanggar Larangan di hari Sabtu), Ashhabul Ukhdud (Para Pembuat Parit), Ashhabul Fiil (Tentara Bergajah), dan lain-lain.


Yang ketiga, kisah-kisah tentang berbagai peristiwa yang terjadi di masa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam seperti kisah perang Badr dan Uhud dalam surat Ali ‘Imran, perang Hunain dalam surat At-Taubah, hijrah, Isra`, dan sebagainya.


Beberapa Faedah Kisah-kisah dalam Al-Qur`an


Kisah-kisah Al-Qur`an mengandung berbagai faedah yang utama, di antaranya:

1. Menjelaskan landasan dasar (asas) dakwah mengajak manusia kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, menerangkan tentang pokok-pokok (ushul) syariat yang dibawa masing-masing Nabi yang diutus Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” (Al-Anbiya`: 25)
2. Meneguhkan hati Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam dan hati umat beliau di atas ajaran (Dien) Allah Subhanahu Wa Ta’ala, mengokohkan ketsiqahan (kepercayaan) kaum mukminin akan kemenangan al-haq dan tentaranya serta terhinanya kebatilan dan para pembelanya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Hud: 120)
3. Membenarkan para nabi sebelumnya, menghidupkan nama serta melestarikan jejak mereka.
4. Menonjolkan kebenaran/kejujuran Nabi Muhammad n dalam dakwahnya melalui berita yang beliau sampaikan tentang keadaan masa lalu seiring perjalanan masa dan generasi.
5. Menyingkap kedustaan Ahli Kitab dengan hujjah tentang keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan serta tantangan kepada mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum diubah. Misalnya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: ‘(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar’.” (Ali ‘Imran: 93)
6. Kisah itu merupakan sebagian contoh tentang adab yang harus diperhatikan dan pelajaran-pelajarannya tertanam kuat di dalam jiwa. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Yusuf: 111)
7. Menjelaskan hikmah Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkaitan dengan hal-hal yang terkandung dalam kisah itu, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran), itulah suatu hikmah yang sempurna maka peringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka).” (Al-Qamar: 4-5)
8. Menerangkan keadilan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan adanya hukuman yang ditimpakan kepada orang-orang yang mendustakan, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Dan Kami tidaklah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfaat sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu adzab Rabbmu datang.” (Hud: 101)
9. Menerangkan karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan menyebutkan pahala yang dilimpahkan kepada orang yang beriman, sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami telah mengembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka). Kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan di waktu sebelum fajar menyingsing, sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Al-Qamar: 34-35)
10. Sebagai hiburan bagi Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam atas gangguan yang dilancarkan orang-orang yang mendustakan beliau, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Dan jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulnya); kepada mereka telah datang rasul-rasulnya dengan membawa mukjizat yang nyata, zubur, dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna. Kemudian Aku adzab orang-orang yang kafir; maka (lihatlah) bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan-Ku.” (Fathir: 25-26)
11. Membangkitkan rasa antusias kaum mukminin terhadap keimanan dengan mendorong mereka agar teguh di atasnya serta meningkatkannya ketika mengetahui keberhasilan orang-orang beriman terdahulu serta kemenangan mereka yang diperintah berjihad. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (Al-Anbiya`: 88)
12. Men-tahdzir (peringatan) orang-orang kafir agar tidak terus-menerus tenggelam dalam kekafirannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memerhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.” (Muhammad: 10)
13. Mengakui keberadaan risalah Nabi Muhammad n, karena berita-berita tentang umat-umat sebelumnya tidak ada yang tahu kecuali Allah k, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini.” (Hud: 49)
Dan firman-Nya:
“Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud, dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah.” (Ibrahim: 9)
14. Di dalam kisah-kisah Qur`ani terdapat penjelasan tentang sunnatullah pada makhluk-Nya, baik secara individu, maupun kelompok. Sunnah itu berlaku pada orang-orang terdahulu dan yang datang kemudian, agar dijadikan pelajaran oleh orang-orang yang beriman. Oleh sebab itulah, kisah-kisah Qur`ani ini bukan semata-mata memaparkan sejarah umat manusia atau sosok tertentu. Tapi yang diuraikan adalah hal-hal yang memang dapat dijadikan pelajaran, nasihat, dan peringatan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang berima
n.” (Hud: 120)
PERJALANAN RUH SETELAH MANUSIA MENINGGAL DUNIA

Al-Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah, serta yang selainnya, telah meriwayatkan dari hadits Al-Baro’ bin ‘Azib, bahwa suatu ketika para sahabat berada di pekuburan Baqi’ul ghorqod. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi mereka. Beliau pun duduk. Sementara para sahabat duduk disekitarnya dengan tenang tanpa mengeluarkan suara, seakan-akan di atas kepala mereka ada burung.
Beliau sedang menanti penggalian kubur seorang yang baru saja meninggal.
Ini menunjukkan bahwa tatkala seorang hamba berada di pekuburan, dituntunkan kepadanya untuk bersikap tenang, diam, hening, dan tidak mengucapkan dzikir-dzikir dengan suara yang keras. Terlebih lagi berbicara mengenai urusan-urusan dunia yang fana. Dalam suasana yang seperti ini, hendaknya dia berpikir tentang kematian yang akan menimpa setiap manusia tanpa terkecuali. Sudahkah dia berbekal diri untuk menghadapinya. Ini membutuhkan perenungan yang dalam, sehingga melahirkan keimanan, ketakwaan, dan amal sholeh yang diterima disisi Allah.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kepalanya dan mengucapkan:
“Aku berlindung kepada Allah dari adzab kubur.”
Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Setelah itu, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya bila seorang yang mukmin menghadap ke alam akhirat dan meninggalkan alam dunia, turun kepadanya sejumlah malaikat berwajah putih yang seolah-olah seperti matahari. Mereka membawa sebuah kain kafan dan minyak wangi dari surga. Mereka pun duduk di dekatnya sejauh mata memandang. Lalu datanglah malaikat pencabut nyawa dan duduk di dekat kepalanya. Malaikat pencabut nyawa berkata:

“Wahai jiwa yang baik, keluarlah engkau kepada keampunan dan keridhoan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Maka nyawanya keluar dan mengalir seperti air yang mengucur dari mulut wadah. Lalu malaikat pencabut nyawa mengambilnya. Nyawanya tidak dibiarkan sekejap mata pun berada di tangan malaikat pencabut nyawa dan segera diambil oleh para malaikat yang berwajah putih tadi. Kemudian mereka meletakkannya pada kain kafan dan minyak wangi surga yang telah mereka bawa. Maka nyawanya mengeluarkan aroma minyak wangi misik yang paling terbaik di muka bumi. Lalu mereka menyertainya untuk naik ke langit. Tidaklah mereka melewati sekumpulan malaikat melainkan para malaikat itu akan bertanya: “Siapakah nyawa yang baik ini?” Mereka menjawab: “Ini adalah Fulan bin Fulan”, dan disebutkan namanya yang paling terbaik ketika mereka memanggilnya di dunia.

Tatkala mereka telah sampai membawanya kelangit, mereka meminta agar pintu langit dibukakan untuknya. Maka dari setiap langit dia diiringi oleh para penjaganya sampai ke langit berikutnya. Demikianlah yang akan terjadi hingga dia sampai ke langit yang disana ada Allah. Maka Allah berfirman:
“Catatlah oleh kalian bahwa hambaku (ini) berada di surga ‘illiyyin, dan (sekarang) kembalikanlah dia ke muka bumi. Sungguh darinya Aku telah menciptakan mereka, dan padanya Aku akan mengembalikan mereka, serta darinya pula Aku akan mengeluarkan mereka sekali lagi”.

Kemudian nyawanya dikembalikan ke dalam jasadnya. Lalu datanglah dua orang malaikat kepadanya. Keduanya bertanya, siapa Rabbmu? Maka dia menjawab, Rabbku adalah Allah. Keduanya kembali bertanya, apa agamamu? Maka dia menjawab, agamaku adalah islam. Keduanya kembali bertanya, siapa orang yang telah diutus di tengah kalian ini? Maka dia menjawab, beliau adalah utusan Allah. Keduanya kembali bertanya, siapakah yang telah mengajarimu? Maka dia menjawab, aku membaca kitab Allah, beriman kepadanya dan membenarkannya.

Kemudian terdengarlah suara yang menyeru dari langit, “Hambaku ini telah benar. Bentangkanlah untuknya permadani dari surga dan bukakanlah sebuah pintu ke surga”.
Maka harum wangi surga pun menerpanya dan kuburnya diperluas sejauh mata memandang. Lalu datang kepadanya seorang yang bagus wajahnya, pakainnya, dan harum wanginya. Orang itu berkata, bergembiralah dengan segala yang akan menyenangkanmu. Ini adalah hari yang dahulu engkau telah dijanjikan. Maka si mukmin bertanya kepadanya, “Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan membawa kebaikan.” Dia pun menjawab, “Aku adalah amalmu yang sholih.” Lalu si mukmin berkata, “Wahai Rabbku! Segerakanlah hari kiamat agar aku kembali kepada keluarga dan hartaku”.

Selanjutnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Adapun bila seorang yang kafir meninggalkan alam dunia dan menghadap ke alam akhirat, turun kepadanya dari langit sejumlah malaikat yang berwajah hitam legam. Mereka membawa sebuah kain kafan yang buruk dan kasar. Mereka pun duduk di dekatnya sejauh mata memandang. Lalu datanglah malaikat pencabut nyawa dan duduk di dekat kepalanya. Malaikat pencabut nyawa berkata,

“Wahai jiwa yang buruk, keluarlah engkau kepada kemurkaan dan kemarahan Allah”.

Maka nyawanya tercerai berai di dalam jasadnya. Kemudian malaikat pencabut nyawa merenggut nyawanya seperti mencabut besi pemanggang daging dari bulu domba yang basah. Setelah malaikat pencabut nyawa mengambilnya, tidak dibiarkan sekejap mata pun berada di tangannya dan segera diambil oleh para malaikat yang berwajah hitam legam tadi. Lalu mereka meletakkannya pada kain kafan (yang telah mereka bawa) itu. Sehingga keluarlah dari nyawanya seperti bau yang sangat busuk di atas muka bumi.
Kemudian mereka naik bersamanya. Tidaklah mereka melewati sekumpulan malaikat melainkan para malaikat itu akan bertanya, siapakah nyawa yang buruk ini? Mereka menjawab: “Ini adalah Fulan bin Fulan” dan disebutkan namanya yang paling terburuk ketika mereka memanggilnya di dunia.

Kemudian mereka membawanya naik sampai ke langit dunia dan dimintakan agar pintu langit di bukakan untuknya. Namun pintu langit tidak dibukakan untuknya”.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat yang berbunyi,

“Tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga sampai onta bisa masuk ke dalam lubang jarum.” (QS. Al-A’rof: 40)

Selanjutnya Allah Azza wa jalla berfirman,

“Catatlah oleh kalian bahwa ketetapannya berada di (neraka) Sijjiin, di bumi yang paling bawah”.

Setelah itu, nyawanya benar-benar dilemparkan.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat yang berbunyi,

“Barangsiapa yang berbuat syirik kepada Allah, Maka dia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh”. (surat Al Hajj:ayat 31)

Demikianlah, nyawanya dikembalikan kedalam jasadnya. Maka dua orang malaikat mendatanginya lalu mendudukkannya. Keduanya bertanya, “Siapa Rabbmu?” Dia menjawab, “Hah.. hah..aku tidak tahu”. Keduanya kembali bertanya, “Siapa orang yang telah diutus ditengah kalian ini?” Dia menjawab, “Hah..hah..aku tidak tahu.” Kemudian terdengarlah suara yang menyeru dari langit, “Dia telah berdusta, bentangkanlah untuknya permadani dari api neraka dan bukakanlah sebuah pintu ke neraka.” Sehingga hawa panas dan racun neraka pun menerpanya dan kuburnya dipersempit sampai tulang-tulang rusuknya saling bergeser. Lalu datang kepadanya seorang yang buruk wajahnya, pakainnya, dan busuk baunya. Orang itu berkata, “Bergembiralah dengan segala yang akan memperburuk keadanmu. Ini adalah hari yang dahulu engkau telah dijanjikan.” Maka si kafir bertanya, “Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan membawa keburukan.” Dia pun menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk.” Lalu si kafir berkata, “Wahai Rabbbku! Janganlah engkau datangkan hari kiamat”.
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah di dalam kitabnya “Ahkamul Janaiz” (hal. 156-157) dan tahqiq beliau terhadap “Syarh Aqidah Thahawiyyah” (hal. 397-398).
Inilah keadaan seorang yang mukmin dan seorang yang kafir tatkala meninggalkan alam dunia dan masuk ke dalam alam akhirat yang dimulai dengan alam barzakh (alam kubur). Wallahu a’lam bi showab
Ketika manusia meninggalkan alam dunia bukan berarti urusannya telah selesai. Dia akan mengalami alam kedua yaitu alam barzakh (alam kubur). Alam ini merupakan pintu masuk ke dalam alam akhirat yang sesungguhnya. Disebut dengan alam barzakh, karena makna barzakh adalah penutup atau perantara bagi dua perkara. Maka alam barzakh adalah alam di antara alam dunia dan alam akhirat. Di alam barzakh, manusia akan mengalami berbagai masalah yang menandakan bahwa urusannya belum selesai dengan semata-mata meninggalkan alam dunia. Saat melewati alam barzakh, pertama kali yang akan dihadapinya adalah pertanyaan dua malaikat di dalam kuburnya, sebagaimana di dalam hadits Al Baro` bin ’Azib yang terdahulu. Maka keberhasilannya di alam barzakh, mendapat kebaikan atau keburukan, akan tergantung dengan kemampuannya dalam menjawab pertanyaan dua malaikat itu.
Perlu diingat, bahwa di alam barzakh, jasad manusia tidak akan mampu untuk menjawabnya. Yang akan menjawabnya adalah ruh dan jiwa manusia yang telah diisi saat di alam dunia dengan kebaikan atau keburukan. Adapun seorang yang mukmin niscaya akan dimudahkan oleh Allah untuk bisa menjawab pertanyaan kubur yaitu tentang siapa Rabmu, apa agamamu, dan siapa nabimu. Itulah yang Allah maksudkan dengan firman-Nya:
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)
Di dalam sebuah hadits yang shohih dari sahabat Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Seorang hamba yang muslim bila ditanya di dalam kuburnya, niscaya dia akan bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan bahwasanya muhammad adalah utusan Allah”.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Itulah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa seorang yang mukmin akan mampu mengucapkan dua kalimat syahadat “La ilaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah”, baik ketika di dunia maupun di akhirat.
Tatkala seorang hamba menghadapi pertanyaan dua malaikat ini, maka dia akan menjawabnya sesuai dengan amal perbuatannya sewaktu di dunia. Oleh sebab itu, seorang hamba yang berbuat dosa-dosa besar dan tidak bertaubat darinya, sangat mungkin disiksa oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam kuburnya, walaupun dia seorang yang mukmin.
Telah datang sebuah hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda:
“Orang-orang yang berada di dalam dua kubur ini, sungguh sedang disiksa. Dan tidaklah keduanya disiksa karena suatu masalah yang besar. Adapun salah satu dari keduanya, dahulu tidak mau menjaga diri dari air kencing. Sedangkan yang lain, dahulu biasa berjalan untuk mengadu domba”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan kepada kita sekalian bahwa dua orang yang disiksa di dalam kuburnya itu dikarenakan dosa-dosa besar. Berarti yang disiksa oleh Allah di alam kubur bukan karena kekafiran saja tetapi juga karena dosa-dosa besar.
Nasalullah salamah wal ‘afiah.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil sebuah pelepah kurma yang masih basah dan membelahnya menjadi dua bagian. Beliau meletakkannya di masing-masing dua kubur ini dengan harapan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingan siksa keduanya, selama pelepah kurma itu masih basah dan belum kering.
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, semoga kita dimudahkan untuk menjawab pertanyaan kubur dan diselamatkan dari siksanya.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...